Soft Approaches to Combat Terorism
Perkembangan terorisme di Indonesia bisa
dihambat melalui pendekatan yang lebih halus dan bukan melalui jalan
militer. Hal tersebut disampaikan mahasiswi International Class-jurusan
Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
Navhat Nuraniyah pada Asean Korea Frontier Forum. Makalah
Navhat bahkan berhasil meraih gelar juara kedua paper terbaik. Pada
tempat pertama adalah tim dari Singapura, dan tempat ketiga diraih tim
Thailand.
Dalam makalahnya yang berjudul From Clash to Harmony of Civilizations, Soft Approaches to Combat Terorism, Navhat
menjelaskan, ada dua soft strategy yang bisa dilakukan oleh pemerintah
dalam menahan laju terorisme di Indonesia. Pertama, pemberantasan
kemiskinan dan perbaikan ekonomi. Menurut Navhat, tidak bisa dipungkiri
bahwa kemiskinan adalah salah satu pendorong terjadinya gerakan
resistensi dari berbagai golongan masyarakat, termasuk gerakan
terorisme. Kedua, pemerintah hendaknya melakukan kampanye tentang
pengertian jihad kepada seluruh masyarakat.“Hal ini dilakukan agar ditemukan kesepahaman atau mutual understanding,” imbuh Navhat di kampus UMY, baru-baru ini.
Kampanye ini pun diklasifikasi. Untuk para siswa yang duduk di
bangku sekolah, pemahaman tentang jihad hendaknya dimasukkan ke dalam
buku agama yang dikeluarkan oleh Departemen Agama (Depag). Sedangkan
untuk masyarakat diadakan dialog antara masyarakat barat dan Islam
untuk membahas islam. Selain itu, pemerintah maupun masyarakat baiknya
membuat film dokumenter yang ditayangkan di televisi mengenai pemahaman
jihad itu sendiri.
“Upaya ini bertujuan untuk menjelaskan apa sebenarnya jihad itu, dan
menegaskan bahwa Islam itu agama perdamaian dan tidak pernah
mengajarkan kekerasan,” urainya.
Konferensi yang diselenggarakan oleh Asia Exchange Association dan The Minister of Foreign Affair and Trade of South Korea ini
membahas dampak globalisasi terhadap budaya di masing-masing negara.
Menurut Navhat, persinggungan antara globalisasi dengan budaya akan
menghasilkan dua hal, yakni konflik budaya, dan penyatuan budaya. Namun
yang dominan terjadi di Indonesia adalah konflik kebudayaan seperti
terorisme.
“Terorisme mengatasnamakan jihad yang saat ini terjadi secara eksplisit melakukan pengkotakkan antara Islam dan barat, serta barat dan timur,” urainya.
Dalam konferensi yang belangsung 5-13 Agustus yang lalu di Seoul,
Korea Selatan, tersebut Navhat mewakili Indonesia bersama mahasiswa
Universitas Pelita Harapan (UPH) dan Universitas Padjajaran (Unpad).
Mereka menyisihkan tim dari seluruh negara Asean dan Korea Selatan.
Selain persentasi paper, Asean Korea Frontier Forum juga
menggelar acara diskusi yang membahas globalisasi dan budaya yang
dilaksanakan setiap hari selama acara. Selain itu ada juga Friendship Night (malam persahabatan) dan pagelaran kebudayaan khususnya kebudayaan Korea.
0 komentar:
Post a Comment
terimakasih atas komentar dan kunjungan anda.