Menembus Impian


[resensi film] Adakah jaminan sebuah film Indonesia akan “laris-manis” hari ini di bioskop-bioskop kita dan berlanjut pada momen-momen berikutnya?
Sutradara Hanung Brahmantyo dengan Menebus Impian, sebuah film drama yang sejak awal digagas untuk memburu sukses pasar.
Tentu saja tidak,selera penonton tak mudah ditebak. Hari ini film horor boleh merajai pasar layar lebar, besok drama tragis tentang seorang buruh yang disiksa majikan menjadi tontonan favorit, dan lusa mungkin saja komedi menjadi penawar kehausan masyarakat yang jenuh dengan iklim politik Indonesia.
Hanung, yang pernah meraih penghargaan sebagai sutradara terbaik versi Festival Film Indonesia (FFI) 2005 dan berulang 2007, satu saat mengatakan, “Membuat film laris tidak ada kamusnya.”
“Tema dan cerita yang dianggap kuat, didukung bintang-bintang yang lagi naik daun, serta dipromosikan secara besar-besaran, tidak serta merta menjadi film laris.”
Karena itu, Hanung memilih membuat “terobosan”, dengan target pemasaran yang lebih segmented.
Setelah sukses melahirkan film-film box office – yang paling fenomenal Ayat-Ayat Cinta – dengan film terbarunya ia dengan berani bekerja sama dengan sebuah jaringan organisasi Multi Level Marketing (MLM) terbesar di Indonesia bernama Unicore (United Core Division). Pasar segmented, dengan tiga juta orang anggota di jaringan inilah yang hendak diburu sebagai penonton setia.
Menebus Impian, seperti layaknya film drama yang dijanjikan akan “sukses”, menuturkan manusia dan cita-cita yang hendak diraih. Ia menyoal harapan, keyakinan diri, konflik batin dan menggambarkan berbagai hambatan psikologis maupun tantangan fisik manusia urban di Jakarta. Diramu sedemikian rupa dengan imbuhan di sana-sini yang yang beraroma roman, kisah ini menjadi mengharu-biru.
Agak klise memang, kita segera teringat akan film sejenis di dunia barat. Kita tentu masih ingat The Pursuit of Happiness yang sangat apik diperankan pelakon utamanya, Will Smith. Film yang dirilis pada 2007 ini berkisah hidup Chris Gardner, seorang salesman yang berhasil menjadi pialang saham kaya. Di film tersebut, kita bisa menemukan salah satu karakter film drama yang khas: mengocok batin dan tatkala keluar dari ruang bioskop pemirsa masih menyisakan rasa haru.



Film Hanung kali inipun memang tak bisa lepas dari penggarapan semacam itu. Syahdan, Menebus Impian dimulai dengan gambaran perjuangan seorang ibu bernama Sekar (Ayu Dyah Pasha) dan anak perempuannya Nur Kemala (Acha Septriasa) yang hidup sederhana atau malahan pas-pasan. Sang ibu seorang buruh, sang anak seorang mahasiswi.
Keduanya memiliki sifat kontradiktif dalam meraih impian dan memandang kehidupan yang mungkin lebih baik di masa depan.
Narasi kemudian bergulir, Nur bersua Dian (Fedi Nuril), mahasiswa yang hidup lebih mapan berkat kegigihannya dalam berbisnis via jaringan MLM. Dian memotivasi Nur agar berani bermimpi lagi. Setelah beberapa kali jatuh-bangun, dengan Dian disampingnya, Nur yakin impiannya dulu untuk meraih cita-cita masih bisa diwujudkan.

0 komentar:

Post a Comment

terimakasih atas komentar dan kunjungan anda.